Wednesday 10 November 2010

Format Demokrasi dari Masa ke Masa

Format Baru Demonstrasi

  • Oleh Wildani Hefni
FAREL (20), mahasiswa semester V Universitas Bung Karno, tertembak di betis kiri saat gelombang unjuk rasa setahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono, Rabu (20/10). Nahas benar nasib dia.

Padahal, saat itu, sebagai mahasiswa dia meneriakkan masalah politik, hukum, sosial, dan ekonomi yang belum dituntaskan Presiden SBY-Boediono dalam setahun ini. Mahasiswa dan publik kecewa atas roda pemerintahan, dan serempak berdemonstrasi.

Namun apakah demontrasi kini masih menjadi jalan alternatif untuk meneriakkan atau mendekomposisi pelbagai masalah? Tak semudah itu. Terbukti, saat itu
Presiden tetap menjalankan aktivitas pemerintahan di Istana. Tak ada reaksi, dan keadaan tetap datar.
Melakukan Perubahan Dalam sejarah, pergerakan mahasiswa telah melakukan banyak perubahan dalam berbagai sektor kehidupan. Yang sangat lekat di benak kita adalah tumbangnya Orde Baru. Saat itu, pergerakan mahasiswa memiliki peran strategis.

Mahasiswa berbeda dari yang lain. Ia merupakan predikat tertinggi bagi orang yang masih mengais pengetahuan. Mahasiswa mempunyai peran signifikan di tengah masyarakat, bangsa, dan negara. Tak ayal, jika gerakan mahasiswa terus berada di depan untuk mengawal perubahan di bidang ekonomi, sosial, politik pemerintahan, pendidikan, dan semacamnya.

Pergerakan, misalnya, meneliti, menyikapi secara kritis, menuntut, menentang, bahkan menolak kebijakan yang dilihat tidak sesuai dengan nurani masyarakat atau menyimpang dari undang-undang telah menjadi ritual wajib bagi mahasiswa.

Jelas gerakan mahasiswa yang didominasi para pemuda yang memiliki watak orang muda tak lain adalah menginginkan perubahan. Pada konteks inilah akan terlihat jelas apakah mahasiswa mampu meraih kesaktian dengan predikat agent of social change and control.

Karena itu, pergerakan mahasiswa mulai detik ini harus mengubah format yang selama ini dijalankan. Kebutuhan masyarakat akan ide-ide segar anak bangsa makin mendesak. Yang terpenting, kini pergerakan mahasiswa semacam demonstrasi tak bergantung pada momentum atau instansi yang tidak bertanggung jawab, karena ketergantungan pada momentum dan instansi tersebut hanya akan membuat gerakan menjadi statis.

Tak perlu menunggu momen seperti satu tahun pemerintahan SBY atau lain-lain karena itu akan menghambat ketercapaian perjuangan dalam membangun gerbang pencerahan.
Tiga Dimensi Pada pundak mahasiswa, nasib rakyat dipertaruhkan. Lantas apa yang harus menjadi ikon utama dari visi misi eksistensi pergerakan mahasiswa saat ini agar benar-benar mampu merealisasikan harapan dan mimpi-mimpi rakyat?

Setidaknya dalam gelora pergerakan mahasiswa harus mencerminkan beberapa bentuk sebagai penopang pergerakan yang akan dilakoni. Pertama, intelektualitas. Mahasiswa adalah kaum terpelajar yang dituntut bersikap rasional, arif, dan bijak. Tidak anarkis karena bahasa kekerasan tak pernah diajarkan dalam lingkungan kaum akademisi. Kekerasan, dalam kamus apa pun, tidak akan pernah ditulis sebagai jalan yang harus ditempuh, kecuali kamus bangsa barbar yang hobi perang.

Kedua, orientasi dan kultur. Itu penting sebagai rujukan untuk mentransendensikan hati nurani mahasiswa; bagaimana gerakan mahasiswa tidak lagi bersifat ritual temporal, tetapi membantu masyarakat mengatasi problem yang mengakar demi menciptakan kehidupan yang lebih baik di masa depan.

Ketiga, program gerakan mahasiswa yang bermakna strategis-taktis. Itu berarti apa yang menjadi primary meaning harus benar-benar dimaksimalkan. Jangan sampai gerakan mahasiswa hanya menjadi suguhan tarian, akan tetapi dapat mengubah kebijakan yang kurang tepat untuk rakyat.

Harus diingat, dalam rentetan sejarah pergerakan mahasiswa memiliki fokus, karakteristik, dan spirit masing-masing. Pergerakan mahasiswa Angkatan 66 berusaha membumikan isu negara otoritarian dengan ikon Tritura. Angkatan 74 mengusung isu NKK/BKK dengan ikon otonomisasi.

Angkatan 78 mengangkat isu perlu merealisasikan demokrasi, transparansi, akuntabilitas, bahkan pelaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dengan ikon menolak Soeharto sebagai calon presiden. Angkatan 98 mengumbar isu reformasi dengan ikon enam visi reformasi. Angkatan 2001 dengan isu reformasi jilid 2 berikon demokratisasi.

Ketiga dimensi tersebut harus dijadikan satu kesatuan yang tidak terpisahkan, sehingga pergerakan mahasiswa dapat menampilkan citra positif dan meyakinkan publik bahwa setiap zaman melahirkan generasi zamannya dan generasi kini biasa “mengejutkan” generasi sebelumnya.
Lawan mahasiswa hanya satu: ketidakadilan. Kawan mahasiswa juga satu: kebenaran untuk membela rakyat. (51)

- Wildani Hefni, mahasiswa Fakultas Syariah IAIN Walisongo Semarang

Sumber : Format Baru Demonstrasi

0 comments:

Post a Comment

Aswida's Article
Jangan lupa untuk selalu mencantumkan komentar, kritik dan saran bagi perkembangan blog ini.

Komentar bisa dihapus apabila MENGANDUNG SARA, PROVOKASI, HAL-HAL YANG TIDAK BAIK dan PERKATAAN YANG TIDAK TERPUJI.

>>KEEP BLOGGING FOR ALL BLOGGERS<<

Quote's Today

Statistik Blog

PageRank Checking Icon asp hit counter free counters
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...